Kisah Gembira

Apakah setiap hari selalu ada kisah?

Entahlah. Aku namakan ini weekly story.. harapannya akan selalu ada kisah mingguan. Tapi sepertinya itu masih harapan.

Tapi aku selalu berharap bahwa setiap hari selalu ada kisah yang mengilhami. Entah itu kisah sedih, gembira, bahagia, haru, atau biasa-biasa saja.

Tinggal kita apakah mau memaknainya dengan seluruh jiwa kita atau merasakannya sebagai datar-datar saja, sehingga kisah itu menjadi biasa saja.

Seperti hari ini rasanya saya yakin bahwa hari ini akan menyenangkan, dan ternyata saya berhasil mengontak Profesor yang keahliannya sedang saya perlukan. Dan senangnya lagi Professor tersebut menjawab cepat dan responsif.  Sungguh senang yang luar biasa.

Jadilah kisah hari ini menjadi kisah gembira 🙂

Bagaimana kisahmu hari ini? Semoga menyenangkan jugaaa

Sekian kisah minggu ini

Kita tidak tahu*

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi 10 detik dari sekarang

Kita tidak tahu kapan rencana besar kita akan terwujud

Kita tidak tahu apakah tiga tahun dari sekarang akan bercerai atau menikah

Kita tidak tahu apa sesungguhnya isi hati si dia

Kita tidak tahu apa ujian sesungguhnya yang akan diberiNya

lalu….?

Masihkah kita yakin, kita sudah selesai dengan diri kita sendiri?

See deep enough….

 

*untuk seseorang yang merasa ia sudah selesai dengan dirinya

Mengapa tidak ada nabi perempuan?

Jika kita mengkaji agama dari perspektif historis, maka kita tahu bahwa agama dibawa oleh kaum pria. Tuhan ‘menyerahkan’  ke pundak para nabi, yang notabene kaum pria untuk menyebarkan kebenaranNya. Setahu saya tidak ada nabi perempuan. semua laki-laki.

Tulisan ini tidak bermaksud menggugat atau mempertanyakan kehendak Tuhan, tetapi lebih kepada menemukan jawaban mengapa perempuan tidak diberi kesempatan untuk menjadi nabi?

Mengapa manusia pertama yang diciptakan Tuhan harus seorang laki-laki yang menjadi nabi juga?

Pertama, secara fisik laki-laki relatif lebih kuat. Walaupun belum tentu menang, jika perempuannya belajar karate atau taekwondo. masalahnya zaman para nabi dulu, belum ada ilmu bela diri, jadi kalau perang lebih mengandalkan kekuatan fisik dan kemampuan memegang senjata, mengendalikan kuda, dan memanah.  Sekarang ini, jika mau perempuan dapat belajar menembak, naik kuda ataupun panahan.

Kedua, secara otak, otak laki-laki relatif lebih mampu membangun rasionalitas atau berlogika. Walaupun sebenarnya perempuan juga dapat rasionalitas jika berpendidikan dan tidak sekedar menjadi pendengar kaum pria.  Namun, zaman dulu belum ada yang namanya sekolah, pendidikan secara formal belum disistematisasikan. jadi, perempuan belum bisa mengembangkan kemampuan otaknya di level yang setara atau bahkan lebih tinggi dari laki-laki.

Ketiga, secara penampilan, penampilan laki-laki relatif lebih berwibawa. Wibawa memunculkan rasa hormat.  Laki-laki juga memiliki jenggot.  Jika laki-laki muda memelihara jenggot, ia akan tampil 15 tahun lebih tua dari umur sebenarnya.  Jenggot seringkali memunculkan kewibawaan. beda dengan kumis, namun kumis itu bisa memunculkan rasa percaya diri laki-laki untuk tampil lebih berani.  Perempuan tidak diberi jenggot dan kumis,..  gak kebayang juga jika ada perempuan memiliki jenggot…

Dari tiga hal ini, paling tidak bisa disimpulkan bahwa tugas menjadi nabi itu bukan tugas yang mudah untuk konteks zaman itu, dengan peradaban tanpa teknologi seperti sekarang ini, maka laki-laki yang pantas menjadi nabi.

Nah, di zaman sekarang ini, konteksnya sudah berbeda jauh dari konteks para nabi.

Tapi, zaman ini tidak dibutuhkan nabi lagi karena kebenaran Tuhan sudah disebarkan para nabi. Dan yang namanya kebenaran Tuhan, akan selalu benar adanya dari awal hingga akhir dunia..

Namun dunia sudah semakin tua,.. apakah kini Tuhan akan mengembankan tugas tertentu pada kaum perempuan?  Silahkan jawab sendiri.

Connections

Kata beberapa pakar,  abad ini adalah eranya SDM. Eranya perempuan. Eranya setiap orang bisa eksis tanpa memandang status, apakah dia seorang CEO atau hanya sekedar penjual pecel.

Abad yang didukung oleh kemajuan internet, membuka kesempatan bagi setiap orang untuk tampil eksis melalui media sosial. Setiap orang punya kesempatan yang sama besar membangun personal branding-nya.

Internet menjadikan connection  menjadi semudah membuat roti panggang.

Abad ini membuat setiap orang bisa tampil semaunya, siapapun, termasuk perempuan.

Peluang perempuan untuk menjadi bagian penting  sebuah perusahaan, komunitas, ataupun institusi, menjadi semakin besar. Termasuk peluang untuk menjadi pemimpin di level tertinggi.

Sebagaimana kelebihan internet adalah connection, kelebihan itu pula yang dimiliki oleh perempuan.

Membangun hubungan atau koneksi (connection) secara bermakna sudah menjadi bawaan seorang perempuan, yang memang dilahirkan dengan bakat melekat untuk mengasuh atau membesarkan (menjadi seorang ibu).

Sebaliknya dengan  relationship (relasi) yang sebatas membangun hubungan hanya di tingkat luar atau untuk kepentingan kerja atau kepentingan tertentu (networking), sebagaimana yang biasa dibangun oleh kaum adam. maka connection sudah mencakup lapisan yang lebih dalam. Ini menjadi kelebihan seorang perempuan, yakni melihat hubungan hingga ke tingkat yang lebih bermakna.  Mungkin karena itulah makanya abad ini disebut dengan abad perempuan.

Koneksi lebih dari sekedar membangun hubungan semata, koneksi memiliki jangkauan yang lebih mendalam dari sekedar hubungan.  Seperti listrik begitu terkoneksi, bisa nyetrum dan memberikan tenaga.

Membangun hubungan yang bisa ‘nyetrum’ dan bertenaga, tentunya secara positif,  butuh belajar dan pengalaman.

Kelebihan perempuan, dengan kromosomnya (mungkin) membuat perempuan lebih mudah memahami koneksi dan melihat sisi emosi manusia.

Sekali lagi, ingat internet, ingat connection.  Ingat kelebihan Anda, hai perempuan.

Perempuan dan Lebaran

Siapa yang tidak menunggu Lebaran?

Setelah 30 hari berpuasa.. setelah setiap pagi bangun untuk sahur.  Untuk perempuan, bukan hanya sahur, tetapi juga menyiapkan makan sahur.. pasti Lebaran adalah yang paling ditunggu.  Seorang Ibu, setiap kali Lebaran pasti menunggu anak-anaknya datang berkunjung.  Seorang istri, tentu akan menyiapkan baju baru untuk dipakai suami dan anak-anaknya, menyiapkan ketupat dan teman-temannya, menyiapkan kue-kue lebaran, dan pastinya membersihkan rumah agar tampak indah saat lebaran.  Dan seorang anak perempuan, tentu berusaha untuk dapat berkunjung ke rumah Ibunya atau Ibu mertuanya…

Lebaran untuk perempuan adalah kebahagiaan dan kelelahan..

Lelah karena memikirkan ini itu, lelah karena menyiapkan ini itu, dan lelah karena harus menyesuaikan ini itu.. dalam kelelahannya mereka menikmati.  Kebahagiaan dalam kelelahan yang seringkali belum tentu terbayarkan.  Paradoks.  Tapi bukankah hidup sejatinya adalah paradoks?

Itulah perempuan. Kepedulian seorang Ibu, Istri, dan anak perempuan adalah seperti  lebaran yang selalu datang setiap tahun. Entah dibutuhkan atau tidak, ia pasti datang….